Mengapa Saya Menulis Blog Ini: Untuk Anda

 


Mengapa Saya Menulis Blog Ini: Untuk Anda

Oleh: Jeffrie Gerry


1. Pembukaan Emosional: Sebuah Malam yang Mengubah Segalanya

Saya masih ingat jelas malam itu.
Satu sisi tubuh saya tiba-tiba tak bisa digerakkan.
Lidah saya terasa berat, kata-kata berhamburan tak beraturan.
Dunia seolah condong ke satu sisi, gelap dan menakutkan.
Itulah malam saat saya terkena stroke.
Saya tak pernah membayangkan hidup saya akan berubah dalam sekejap detik, tanpa aba-aba, tanpa permisi.

Saya adalah orang biasa. Bekerja dengan semangat, mengejar target, dan kadang lupa mengeluh karena merasa semua baik-baik saja. Saya pikir tubuh ini kuat. Saya pikir saya masih punya banyak waktu.

Ternyata saya keliru.

Beberapa hari kemudian, saya tak lagi bisa berdiri sendiri. Saya harus belajar berjalan dari nol, belajar bicara dengan perlahan, dan yang paling sulit: belajar menerima bahwa saya tak lagi sama seperti dulu.

Dan di tengah kesunyian itu, saya membuka blog ini.
Bukan untuk jadi terkenal.
Bukan pula untuk mencari sensasi.
Tapi untuk satu alasan sederhana: untuk Anda.


2. Penjelasan Inti: Saat Kata Menjadi Terapi

Menemukan Diri Lewat Tulisan

Di masa pemulihan, saya sempat bertanya: "Masih pantaskah saya bermimpi?"
Saya kehilangan pekerjaan.
Saya kehilangan penghasilan.
Saya kehilangan banyak hal yang dulu saya anggap pasti.

Namun ada satu hal yang tidak hilang: pikiran saya.
Pikiran saya masih bisa mencatat.
Hati saya masih bisa merasakan.
Dan tangan saya—meski gemetar—masih bisa mengetik.

Saya menulis bukan karena saya ahli.
Saya menulis karena saya ingin berbagi.

Tulisan-tulisan saya adalah potongan jiwa, serpihan luka, dan percikan harapan yang saya kumpulkan satu per satu.
Saya tahu, di luar sana ada banyak orang yang sedang berjuang.
Mereka tidak butuh motivasi yang menggelegar.
Mereka hanya butuh tahu bahwa mereka tidak sendirian.

Blog Ini Bukan Tentang Saya, Tapi Tentang Kita

Setiap artikel yang saya tulis, saya bayangkan Anda sedang membacanya dengan napas berat, mungkin sambil menahan tangis, atau mungkin sambil berjuang berdamai dengan diri sendiri.

Saya membayangkan Anda baru saja pulang dari rumah sakit.
Atau sedang duduk di ruang tunggu dokter dengan hasil lab di tangan.
Atau mungkin Anda sedang merawat seseorang yang sedang sakit—dan mulai lelah.

Saya menulis untuk menyampaikan pesan bahwa meski hidup tak berjalan seperti rencana, kita masih punya pilihan untuk merangkul kenyataan dan tumbuh darinya.

Setiap kalimat yang saya rangkai, saya berharap bisa menjadi pelukan diam-diam yang mengatakan:
"Aku paham. Kamu kuat. Kita bisa pelan-pelan sembuh bersama."

Saya Tidak Tahu Jawaban, Tapi Saya Mengerti Pertanyaan

Saya tidak akan pernah berani mengatakan bahwa saya tahu semua solusi.
Tapi saya pernah, dan sedang, berada di posisi yang sama: rapuh, takut, dan hancur.

Saya tahu bagaimana rasanya bangun di pagi hari dan bertanya,
"Untuk apa semua ini?"

Saya tahu bagaimana rasanya menelan obat dengan rasa getir di mulut dan hati.
Saya tahu bagaimana rasanya melihat orang-orang melanjutkan hidup, sementara kita tertatih.

Itulah kenapa tulisan saya bukan hasil kutipan buku kesehatan.
Bukan juga hasil copy-paste dari artikel motivasi.
Setiap kata lahir dari tempat paling sunyi—dari ruang refleksi yang panjang dan penuh air mata.

Blog Ini Menjadi Kompas Saat Saya Tersesat

Di tengah rimba ketidakpastian, blog ini adalah peta kecil yang saya buat sendiri.
Saya menulis saat semangat naik dan turun.
Saya menulis saat saya belajar berdiri lagi.
Saya menulis saat saya akhirnya bisa tertawa walau tertatih.

Dan perlahan, saya menyadari:
Menulis menyelamatkan saya.
Ia memberi arah ketika saya kehilangan tujuan.
Ia menjadi jembatan untuk menyapa Anda yang mungkin sedang merasa kehilangan suara.


3. Kesimpulan: Ajakan yang Tulus dari Seorang Penyintas

Blog ini bukan tentang statistik.
Bukan tentang jumlah pengunjung.
Bukan juga tentang peringkat pencarian.

Blog ini adalah suara manusia.
Suara dari seseorang yang belajar mencintai hidup kembali, meski sempat hampir kehilangan segalanya.

Saya menulis agar Anda tahu:
Setiap rasa sakit ada tempatnya.
Setiap luka punya hak untuk disuarakan.
Dan setiap kita punya kemungkinan untuk bangkit.

Jika Anda sedang merasa lelah, izinkan saya berbagi bahu dalam bentuk tulisan.
Jika Anda sedang kuat, bantu saya menyebarkan harapan ini ke lebih banyak jiwa yang membutuhkan.

Karena blog ini bukan milik saya semata.
Ia adalah ruang bersama—tempat kita saling menguatkan, tanpa penghakiman, tanpa topeng, dan tanpa basa-basi.

Mari tetap hidup. Dengan utuh, dengan luka, dengan harapan.


Penutup:

Artikel ini ditulis berdasarkan pengalaman nyata penulis yang saat ini sedang menjalani pemulihan pasca stroke, Jeffrie Gerry.

Semoga tulisan ini bisa menjadi cahaya kecil untuk Anda yang sedang mencari arah.
Terima kasih sudah membaca, dan terima kasih karena masih bertahan.

— Dari hati, untuk Anda.



PUISI MONOLOG: DOA DARI RANJANG PEMULIHAN
Oleh Jeffrie Gerry – Penyintas Stroke


(1)
Tuhan,
aku tidak akan bertanya mengapa lagi.
Malam itu sudah cukup menjadi jawaban,
ketika tangan kiriku tak bisa lagi menepuk dada,
dan kakiku seperti lupa jalan pulang.

Aku hanya ingin duduk bersamamu malam ini,
dalam diam yang tidak menghakimi,
dalam pelukan yang tidak meminta penjelasan.


(2)
Tuhan,
aku bukan lagi orang yang sama.
Aku tahu itu.
Kemeja kerjaku menggantung,
sepatu pantofelku tertidur di bawah lemari.
Agenda penuh janji kini kosong halaman.

Namun aku masih punya nyawa,
dan itu lebih dari cukup
untuk menulis ulang semua puji-pujian yang sempat kulupakan.


(3)
Ini bukan ratapan, Tuhan.
Ini hanya pengakuan dari seorang anakmu
yang akhirnya tahu,
betapa berharga detik yang dulu dianggap biasa.

Aku mohon,
izinkan aku sembuh, bukan untuk kembali jadi seperti dulu,
tapi agar aku bisa jadi versi baru dari diriku
yang lebih tahu caranya mencintai hidup
meski dengan langkah yang pelan.


(4)
Tuhan,
aku menulis ini dari ranjang pemulihan,
tempat air mataku tumpah tanpa malu,
tempat tangan gemetar ini belajar mengetik ulang harapan
satu huruf,
satu napas,
satu doa dalam diam.


(5)
Aku tahu,
kesembuhan bukan soal cepat atau lambat,
tapi tentang kesetiaan setiap hari
untuk tetap mencoba walau sakit datang berkali-kali.

Tuhan,
ajarkan aku sabar yang tidak pahit.
Ajarkan aku menerima tanpa menyerah.
Ajarkan aku mencintai tubuhku yang kini lebih lamban,
namun lebih jujur dalam menyampaikan rindu pada hidup.


(6)
Tuhan,
dulu aku sibuk.
Terlalu sibuk sampai lupa memeluk istriku lebih lama,
lupa mendengar suara detak jantungku sendiri.
Stroke ini seperti jentikan kasih yang keras—
menampar, tapi tak membunuh.
Menegur, tapi tak menghancurkan.

Kini aku duduk sendiri di tepi waktu
dan menyadari:
Engkau tidak pernah jauh,
aku saja yang terlalu cepat berlari.


(7)
Doaku malam ini sederhana, Tuhan.
Bukan kekuatan super,
bukan mukjizat mewah.
Hanya satu permintaan:
jadikan aku orang yang bisa menginspirasi dari tempat yang sunyi.

Izinkan blog ini jadi rumah
bagi hati-hati yang pernah kehilangan harapan.
Izinkan tulisan ini jadi pelita
bagi yang tersesat dalam lorong rumah sakit dan diagnosis yang rumit.


(8)
Aku tahu aku bukan nabi,
bukan penyair besar,
bukan motivator yang kata-katanya bersinar di panggung.

Aku hanya Jeffrie.
Seorang yang pernah berjalan cepat,
lalu tersungkur pelan.

Tapi kini aku menulis.
Dengan tangan yang pernah lemas,
dan jiwa yang perlahan kuat lagi.


(9)
Tuhan,
jika esok aku tidak bisa berlari,
biarlah aku tetap menulis.

Jika tangan ini tak lagi bisa mengetik,
biarlah pikiranku tetap merangkai cinta lewat doa.

Jika lidah ini kaku,
biarlah mata ini tetap memancarkan syukur.


(10)
Kesembuhan, bagiku kini bukan berarti
bisa kembali bekerja 12 jam sehari.
Kesembuhan, adalah saat aku bisa memeluk anakku
tanpa khawatir terjatuh.
Saat aku bisa mengunyah makanan pelan,
dan mengucap "Terima kasih, Tuhan" di antara gigitan.
Saat aku bisa bilang “Aku mencintaimu”
tanpa terbata oleh rasa malu.


(11)
Blog ini, Tuhan,
aku buat sebagai saksi bahwa
dalam runtuh pun, seseorang masih bisa berdiri.

Bahwa dalam gelap,
masih ada tangan kecil yang bisa menyalakan lentera.

Bahwa aku,
meski pernah dibaringkan oleh penyakit,
tidak pernah benar-benar dipatahkan.


(12)
Tuhan,
aku berdoa bukan cuma untukku,
tapi untuk mereka yang membaca ini.

Untuk mereka yang duduk di ruang isolasi.
Untuk mereka yang baru saja kehilangan gerak.
Untuk mereka yang menangis karena dunia tak lagi ramah.

Beri kami kekuatan untuk bangkit
meski pelan.
Beri kami keberanian untuk berharap
meski remuk.


(13)
Tuhan,
terima kasih atas tubuh ini,
meski tak sempurna.

Terima kasih atas rasa sakit,
yang mengajari arti ketangguhan.
Terima kasih atas istri yang setia
menyuapi aku tanpa keluh.
Terima kasih atas anak-anakku
yang memeluk meski aku tak bisa menggendong mereka lagi.


(14)
Dan jika suatu hari Engkau bertanya padaku:
"Apa yang kau lakukan setelah Aku izinkan kau hidup kembali?"

Maka aku akan menjawab:
"Aku menulis, Tuhan.
Untuk menyapa sesama penderita luka,
untuk menenun kembali semangat yang putus,
dan untuk memuliakan-Mu dalam kata-kata sederhana
yang lahir dari ranjang pemulihan."


(15)
Tuhan,
tak banyak yang bisa kulakukan,
selain menjadi saksi yang jujur
tentang hidup yang jatuh namun tak tamat.
Tentang tubuh yang retak namun tetap bisa berdoa.
Tentang jiwa yang ditarik kembali
untuk belajar mengasihi dari awal.


(16)
Maka biarlah malam ini menjadi sujud panjang.
Bukan di gereja, bukan di altar,
tapi di dalam tulang belakangku yang masih nyeri
namun tahu bahwa setiap detak jantung ini adalah anugerah.

Biar kesembuhanku datang bukan karena aku kuat,
tapi karena aku rela menjadi lemah di hadapan-Mu.


(17)
Aku tidak akan berjanji jadi sempurna, Tuhan.
Tapi aku berjanji untuk tetap hidup.
Untuk terus menulis.
Untuk terus mengucap syukur
meski lewat satu huruf,
satu langkah,
satu embusan napas.


(18)
Inilah doaku.
Inilah puisiku.
Inilah aku yang baru:
tidak cepat,
tidak gagah,
namun tetap bernyawa.


(Penutup)
Puisi ini ditulis sebagai doa kesembuhan pribadi berdasarkan pengalaman nyata Jeffrie Gerry, penyintas stroke yang kini menulis untuk membagikan harapan. Jika engkau sedang berjuang, semoga puisiku menjadi pelukan senyap untukmu.

Lenyapkan Stroke (jefstarcom@gmail.com)

Lenyapkan Stroke adalah blog pembelajaran tentang stroke yang berisi cara menghindari, pengawasan, perawatan, pengobatan, pantangan makanan, pemulihan, dan pasca stroke. Blog ini ditulis bukan oleh dokter, melainkan oleh Jeffrie Gerry, seorang penyintas stroke yang berbagi pengalaman nyata untuk membantu sesama agar lebih waspada, sadar, dan sembuh dengan semangat hidup yang lebih baik. By Jeffrie Gerry 2025

Post a Comment

💬 Pesan untuk Pembaca yang Budiman:
Terima kasih telah berkunjung ke blog Lenyapkan Stroke.

Jika Anda memiliki pengalaman, pertanyaan, atau sekadar ingin berbagi semangat dan dukungan, silakan tinggalkan komentar Anda di bawah.

Setiap kata dari Anda sangat berarti — bukan hanya untuk penulis, tapi juga untuk sesama pembaca yang mungkin sedang melalui perjuangan yang sama.

Mari saling menguatkan, saling belajar, dan terus menyebarkan harapan.
Komentar yang sopan, jujur, dan membangun sangat kami hargai.

Salam hangat dan sehat selalu,
Jeffrie Gerry
Penulis & Penyintas Stroke

Previous Post Next Post

Contact Form